Breaking News

REVISI UU ITE USULAN PEMERINTAH, PKS SOROTI 2 HAL


Banyak pihak yang mendesak agar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) direvisi. Berdasarkan hal ini Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika mengajukan usulan revisi UU ITE kepada Komisi I DPR RI yang mencakup pencemaran nama baik, intersepsi (penyadapan), penyidikan dan sanksi pidana.

Menaggapi hal ini, Sukamta, anggota Komisi I DPR RI, saat rapat dengan Menteri Kominfo dan Menteri Hukam dan HAM Senin (14/3/2016) di Jakarta menyatakan, “Kita perlu memandang persoalan ini dengan jernih dan objektif terutama terkait persoalan pencemaran nama baik yang menimbulkan reaksi dari publik seperti kasus Prita Mulyasari beberapa tahun lalu, kasus sedot pulsa, kasus sedot data, kasus bocornya data nasabah perbankan, juga yang baru-baru ini kasus guru honorer Mashudi, serta banyak kasus lain yang terjadi belakangan ini. Jangan sampai UU ITE pasal 27 ayat (3) ini menambah deretan korban lagi ke depannya.” 

Sekretaris PKS ini menjelaskan bahwa revisi  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini haruslah ditujukan sebagai wujud penyempurnaan pengaturan yang tetap memperhatikan prinsip kebebasan berekspresi, namun tetap tunduk kepada batasan-batasan yang ditetapkan dalam undang-undang. Kita juga harus meninjau ulang, memikirkannya masak-masak secara bersama, apakah soal pencemaran nama baik ini perlu diatur juga dalam UU ITE? Mengingat pencemaran nama baik juga diatur di KUHP yang juga sedang proses revisi. Saya mendorong agar hal ini diatur secara rigid dan tidak bersifat karet di KUHP agar tidak menimbulkan multitafsir yang berpotensi penyalahgunaan undang-undang untuk mengekang kebebasan berekspresi. 

“Satu hal lagi yang kami soroti dalam revisi UU ITE ini adalah Pasal 31 yang mengatur bahwa intersepsi (penyadapan) untuk penegakan hukum dalam lingkup informasi dan transaksi elektronik diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini perlu dicermati mengingat Putusan MK No 012-016-019/PUU-IV/2006 yang menyatakan pembatasan HAM melalui penyadapan harus diatur dengan undang-undang guna menghindari penyalahgunaan wewenang yang melanggar HAM. Amanat konstitusi ini menyatakan bahwa harus ada undang-undang khusus yang mengatur penyadapan. Namun, hingga kini sepuluh tahun sudah Putusan MK tersebut belum juga terlaksana. Amanat ini juga sangat diperlukan untuk menyeragamkan praktik penyadapan yang juga diatur secara terpisah dalam Undang-undang Kepolisian RI, Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Undang-undang Intelijen Negara,” papar wakil rakyat dari daerah Istimewa Yogyakarta ini.

Senin, 14 Maret 2016

Dr. H. Sukamta
(Anggota Komisi I DPR RI)
Hp 082227372357

No comments

Tulis komentar Anda!