Breaking News

Proyek Pelabuhan Tanjung Adikarto 17 Tahun Mangkrak, DPRD Kulon Progo Komisi II: Bikin Pasar Seafood Saja

Suyono Sugondo

- Rabu, 4 Januari 2023 | 10:13 WIB

 

Jakarta, Cakrawala.co- Mangkraknya Proyek Pelabuhan Tanjung Adikarto (TAK) di Pesisir Karangwuni, Kabupaten Kulon Progo kembali menjadi sorotan banyak pihak.

Proyek senilai Rp 215 miliar, yang dikerjakan tahun 2005 di era Menteri Kelautan Rohmin Dahuri ini, sudah 17 tahun mangkrak tak berujung pangkal.

Konon, agar proyek ini bisa berfungsi sebagaimana tujuan awal yakni untuk pelabuhan perikanan terbesar di pesisir selatan DIY, butuh suntikan dana segar senilai Rp 445 miliar lagi, untuk membangun breakwater raksasa.

Karena selama ini kendala pendangkalan atau sedimentasi di pintu masuk pelabuhan dan besarnya gelombang laut menjadi kendala utama keberlanjutan proyek strategis ini.

Melawan kondisi alam dengan teknologi tentu jauh lebih susah ketimbang mengalokasikan anggaran Rp445 miliar untuk membangun berakwater raksasa di kawasan pintu masuk pelabuhan.

Karena pemilihan lokasi proyek di Pantai Karangwuni, Kulon Progo, tentu sebuah mimpi indah bagi kesejahteraan rakyat oleh para penggagasnya, di tengah kendala besar karena harus mampu menaklukkan keras dan besarnya gelombang laut pantai selatan.

Sementara proyek sudah usai, bangunan megah dengan segala propertinya sudah tersedia. Dan kini harus terbengkelai sia-sia.

“Pemerintah harus mengakui bahwa Proyek Pelabuhan Tanjung Adikarto (TAD) tidak memenuhi kelayakan sebagai pelabuhan ikan (besar) di pesisisr selatan DIY. Sehingga mesti ada pemikiran lain, segera alihkan pemanfaatan set tersebut dengan kegiatan lain, “ ujar Anggota Komisi 2 DPRD Kulon Progo, Hamam Cahyadi, kepada Cakrawala.co.

Hamam Cahyadi mengatakan, agar tidak berlarut-larut tanpa ujung pangkal, segera alihfungsikan kompleks TAD untuk kegiatan ekonomi yang tetap sejalan dengan konsep Among Tani Dagang Layar.

Konsep itu juga yang mencetuskan Gubernur DIY, Sri Sultan HB X. Maka konsep itu harus diwujudkan di Kulon Progo. Dan kompleks Pelabuhan Tanjung Adikarto sangat strategis ituk mengimplementasikan gagasan tersebut.

“Selain lokasinya dekat dengan Bandara Yogyakarta Internasional Airport (YIA), juga untuk mendorong potensi kunjungan wisata. Pelabuhan Tanjung Adikarto (TAD) mestinya juga menjadi bagian dari garda terdepan Pintu Gerbang DIY,” katanya, Rabu ( 4/1).

“Dengan begitu, semua penerbangan yang landing di Yogyakarta Internasional Airport ( YIA) akan disuguhi kesan yang kuat akan pemandangan pantai yang indah, dan potensi hasil lautnya,” ujar Hamam Cahyadi.


Hal inilah yang menurutnya menjadi keunggulan Pelabuhan Tanjung Adikarto, jika dipermak ulang menjadi kawasan wisata kuliner seefood terbesar di DIY, dan dikelola oleh pemerintah daerah.

Sehingga baginya, dalam konteks mangkraknya Pelabuhan Tanjung Adikarto, mengakui sebuah kesalahan bukanlah aib karena yang utama adalah mencari solkusi atas permasalahan yang ada.

Pada 17 Oktober 2021, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, meninjau langsung kondisi Pelabuhan Tanjung Adikarto.

Sebelumnya, pada 4 Maret 2021, Luhut sempat berkomunikasi dengan Gubernur DIY melalui video conference. Proyek Pelabuhan Tanjung Adikarto sempat disebut-sebut, dalam pembicaraan tersebut.

Pada tahun 2017, proyek ini kembali muncul ke permukaan setelah terbitnya SK Gubernur DIY No.163/KEP/2017 juga visi Gubernur DIY tahun 2017 – 2022 dengan fokus pengembangan wilayah pesisir.

 

Pemerintah Provinsi DIY sendiri memproyeksikan Tanjung Adikarto sebagai sentra perikanan laut dengan orientasi ekspor.

 

Proyek Pelabuhan Tanjung Adikarto, menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY, membutuhkan dana Rp447 miliar untuk merampungkan tahap konstruksi pelabuhan.

Porsi anggaran tersebesar akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur pemecah gelombang (breakwater). Sementara itu, periode konsesi diestimasikan akan berlangsung selama 30 tahun.

Belum siapnya infrastruktur pemecah gelombang jadi penyebab utama mangkraknya proyek ini.

Karena  pemecah gelombang ini berperan penting untuk memudahkan kapal yang nantinya akan masuk ke dermaga.

Apabila telah beroperasi secara penuh, Pelabuhan Tanjung Adikarto diproyeksikan mampu menampung 400 kapal berukuran hingga 150 Gross Tonnage (GT).

Pelabuhan ini digadang-gadang mampu meningkatkan kapasitas produksi perikanan laut di DIY.

 

Tak tanggung-tanggung, berdasarkan perhitungan Dinas Perikanan dan Kelautan DIY, Pelabuhan Tanjung Adikarto diperkirakan bakal meningkatkan volume produksi perikanan tangkap hingga dua kali lipat.

Potensi hasil tangkapan ikan dari pelabuhan ini bakal mencapai 27.400 ton per tahun, atau sekitar Rp276 milyar per tahun.

 Padahal, volume perikanan tangkap di DIY sepanjang tahun 2014-2018 berkisar di angka 5.000 – 6.000 ton, dengan volume terbesar di angka 6.815 ton pada tahun 2017.

Namun, Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Prof. Ir. Nur Yuwono, Dip.H.E., Ph.D, mengungkapkan bahwa meskipun menyimpan sejumlah potensi ekonomi, proyek Pelabuhan Tanjung Adikarto tetap menyimpan sejumlah tantangan besar.

“Ini proyek besar, karena kita memilih tempat yang pada posisi tidak mudah,” jelasnya, dikutip bisnis.com.

Ia menjelaskan bahwa posisi Pelabuhan Tanjung Adikarto yang berhadapan langsung dengan laut terbuka membuat lokasi pelabuhan tersebut rawan akan gelombang besar.

Tak hanya itu, karakter pantai yang berpasir juga meningkatkan rIsiko sedimentasi. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur pemecah gelombang menjadi prioritas karena berperan vital pada operasional pelabuhan.

“Pemecah gelombangnya itu biayanya luar biasa, mungkin kalau melihat di Kali Bogowonto, itu sampai Rp800 milIar. Kalau membuat bangunannya yang ada di dalam pelabuhan itu mungkin murah. Kalau pemecah gelombang itu mahal sekali, batunya saja satu bijinya 18-20 ton,” ungkapnya.

DIY memiliki beberapa lokasi alternatif yang bisa dijadikan pelabuhan perikanan. Meskipun demikian, berdasarkan Perda DIY No.5/2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DIY tahun 2019 - 2039, secara spesifik telah ditegaskan bahwa hanya ada satu pelabuhan perikanan di DIY, yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai Tanjung Adikarto.

Sedangkan beberapa sentra perikanan tangkap seperti di Gunungkidul ataupun Bantul hanyalah berupa pangkalan pendaratan ikan.

“Berbeda dengan Sadeng, di sini hampir tidak ada gamngguan pasir, atau sedimentasi. dia berada di teluk. Jadi relatif mudah. Hanya kalau Sadeng itu jauh dari Jogja, jauh dari jalan raya yang besar. kalau Adikarto kan dekat dengan bandara,” ungkapnya.

Terlepas dari segala konsekuensi tersebut, ia  mengungkapkan bahwa pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarto masih sangat memungkinkan untuk dilakukan.

Meskipun demikian, diperlukan ketelitian dan kehati-hatian bahkan sejak tahapan perencanaan. Terlebih dengan pernyataan Luhut Binsdar Panjaitan, yang menyebutkan bahwa diperlukan waktu tiga bulan untuk melakukan studi awal terkait kelanjutan proyek tersebut.

“Tergantung sampai dimana dia itu kajiannya, sesungguhnya kalau itu hanya kajian terkait mau diperpanjang berapa itu saya kira bisa, tapi untuk detail desain yang nanti perlu data tambahan itu waktunya mepet sekali,” jelasnya.

Tenggat waktu tersebut bisa tercapai apabila studi awal yang dimaksud Luhut Binsar Panjaitan  merujuk pada pengolahan data yang sudah ada. Bukan merujuk pada perencanaan pembangunan pelabuhan secara keseluruhan.

“Kalau kita hanya mendasarkan kepada data sekunder, tiga bulan langsung ya itu bisa. Tetapi nanti, ada catatannya, pada waktu pelaksanaannya mungkin ada adjustment karena datanya kita tidak mengukur baru. Padahal pekerjaan itu sudah dibangun cukup lama, datanya berbeda,” tambahnya.

 

https://www.cakrawala.co/ekonomi/pr-7756418293/proyek-pelabuhan-tanjung-adikarto-17-tahun-mangkrak-dprd-kulon-progo-komisi-ii-bikin-pasar-seafood-saja?page=4

 

No comments

Tulis komentar Anda!